Kasus Hukum Dagang
Kasus Hukum Dagang I
Kasus hukum dagang
berikut ini sebenarnya merupakan bagian dari hukum kepailitan. Namun kepailitan
juga diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Berikut ini contoh kasus hukum dagang I.
Sebuah perusahaan mempunyai utang kepada tiga
kreditur. Perusahaan tersebut berjanji akan membayarnya sesuai perjanjian yang
telah disepakati kepada ketiga kreditur tersebut. Setelah dilakukan beberapa
kali penagihan hingga jatuh tempo, utang itu belum juga dilunasi oleh
perusahaan itu. Dalam kondisi seperti ini bisakah perusahaan dipailitkan?
Dalam pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 37
Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
disebutkan bahwa yang dimaksud dengan kepailitan adalah sita umum atas semua
kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh
kurator dibawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang.
Permohonan pernyataan pailit dapat diajukan ke
pengadilan Niaga. Pengajuan itu harus memenuhi persyaratan sesuai dengan pasal
2 ayat 1 dan pasal 8 ayat 4 Undang-Undang Kepailitan. Ketentuan yang dimaksud
dalam pasal tersebut secara umum dapat dijelaskan sebagai berikut:
Debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur
dan tidak membayar luna sedikitnya satu hutang yang telah jatuh waktu dan dapat
ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonannya
sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih krediturnya.
Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan
apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan
untuk dinyatakan pailit telah terpenuhi.
Undang-Undang Kepailitan juga mengatur syarat
pengajuan pailit terhadap debitur-debitur tertentu sebagai berikut:
- Dalam hal debitur adalah bank, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia
- Dalam hal debitu adalah perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, permohonan pernyataan pailit hanya dalam diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal.
- Dalam hal debitur adalah perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, dana pensiun atau badan usaha milik negara yang bergerak di bidang kepentingan publik, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan.
Kasus Hukum Dagang II
Contoh kasus hukum dagang selanjutnya
adalah kasus hukum dagang yang terkait dengan merk dagang. Berikut ini contoh
kasus hukum dagang II.
Seorang pengusaha menciptakan sebuah produk yang
kemudian menjadi barang dagangannya. Desain logo untuk merek produk tersebut
ternyata sama dengan desain merk sebuah perusahaan lain yang telah lebih dahulu
ada dan terdaftar, perbedaannya hanya terdapat pada nama produknya saja. Oleh
karena itu, perusahaan yang telah lebih dahulu mendaftarkan itu merasa
dirugikan karena logo merknya ditiru dan menggugat pengusaha yang dianggap
meniru itu. Bagaimana penyelesaiannya?
Pada dasarnya, merk adalah tanda berupa gambar,
susunan warna, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, atau kombinasi dari
unsur-unsur tersebut yang memiliki pembeda, dan digunakan dalam kegiatan
perdagangan yang sama. Sedangkan merek dagang adalah merek barang yang
digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang
secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang sejenis
lainnya, maksudnya adalah barang yang termasuk dalam satu cabang industri atau
satu cabang perdagangan yang sama.
Terdapat beberapa ketentuan mengenai merek yang
tidak diperbolehkan dalam pasal 6 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001, seperti:
- Merek orang lain yang sudah terdaftar terlebih dahulu untuk barang dan atau jasa yang sejenis
- Merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan jasa sejenis
- Indikasi geografis yang sudah terkenal
Maka dalam hal ini pengusaha tersebut telah
melanggar apa yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang HAKI, yaitu telah
membuat logo merek sama dengan logo perusahaan lain yang telah terdaftar,
walaupun terdapat perbedaan pada namanya. Ini dapat dikategorikan sebagai merek
sama pada pokoknya.
Maka dalam hal ini pengusaha tersebut telah
melanggar hak cipta dan perusahaan yang lain tersebut berak mendapatkan
keadilan atas hak kekayaan intelektual yang dimilikinya. Perusahaan tersebut
dapat menggugat pengusaha lainnya terkait dengan peniruan logo.
Pengaturan mengenai gugatan terhadap peniruan
logo tersebut diatur dalam Undang-Undang HAKI pasal 76-pasal 77. Pemilik
terdaftar bisa mengajukan gugatan kepada perseorangan atau badan hukum yang
telah menggunakan merek tanpa hak merek barang atau merek jasa. Seperti merek
mempunyai persamaan pada pokok atau keseluruhan dengan mereknya, baik merupakan
gugatan ganti rugi dan atau penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan
penggunaan merek tersbut. Dalam hal ini gugatan dapat diajukan melalui
Pengadilan Niaga.
SUMBER: http://statushukum.com/kasus-hukum-dagang.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar