Minggu, 09 November 2014

Jurnal Etika Profesi Akuntansi Terhadap Kemajuan Perusahaan

Pengaruh Profesionalisme, Pengetahuan Mendeteksi Kekeliruan, dan Etika Profesi Terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas Akuntan Publik

ABSTRAK
Untuk mempertahankan kepercayaan dari klien dan para pemakai laporan keuangan, akuntan publik dituntut untuk memiliki kompetensi yang memadai. Adapun kompetensi tersebut adalah profesionalisme, pengetahuan dalam mendeteksi kekeliruan dan pertimbangan tingkat materialitas akuntan publik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan bukti empiris tentang pengaruh profesionalisme, pengetahuan akuntan publik dalam mendeteksi kekeliruan dan etika profesi terhadap pertimbangan tingkat materialitas akuntan publik dalam proses pemeriksaan laporan keuangan. Data diperoleh melalui kuisioner survei yang diisi oleh akuntan senior sampai partner yang bekerja di Kantor Akuntan Publik. Data dianalisis menggunakan regresi berganda. Hasil penelitian menunjukan bahwa profesionalisme, pengetahuan dalam mendeteksi kekeliruan dan etika profesi berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap pertimbangan tingkat materialitas akuntan publik dalam proses  memeriksaan laporan keuangan.
Kata kunci: Profesionalisme, pengetahuan akuntan publik dalam mendeteksi kekeliruan,etika profesi dan pertimbangan tingkat materialitas akuntan publik.
PENDAHULUAN
Semakin meluasnya kebutuhan jasa profesional akuntan publik sebagai pihak yang dianggap independen, menuntut profesi akuntan publik untuk meningkatkan kinerjanya agar dapat menghasilkan produk audit yang dapat diandalkan bagi pihak yang membutuhkan. Untuk dapat meningkatkan sikap profesionalisme dalam melaksanakan audit atas laporan keuangan, hendaknya para akuntan publik memiliki pengetahuan audit yang memadai serta dilengkapi dengan pemahaman mengenai kode etik profesi.
Seorang akuntan publik dalam melaksanakan audit atas laporan keuangan tidak semata–mata bekerja untuk kepentingan kliennya, melainkan juga untuk pihak lain yang berkepentingan terhadap laporan keuangan auditan. Untuk dapat mempertahankan kepercayaan dari klien dan dari para pemakai laporan keuangan lainnya, akuntan publik dituntut untuk memiliki kompetensi yang memadai.
FASB dalam Statement of Financial Accounting Concept No.2, menyatakan bahwa relevansi dan reliabilitas adalah dua kualitas utama yang membuat informasi akuntansi berguna untuk pembuatan keputusan. Untuk dapat mencapai kualitas relevan dan reliabel maka laporan keuangan perlu diaudit oleh akuntan publik untuk memberikan jaminan kepada pemakai bahwa laporan keuangan tersebut telah disusun sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan, yaitu Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang berlaku di Indonesia.
Profesionalisme telah menjadi isu yang kritis untuk profesi akuntan karena dapat menggambarkan kinerja akuntan tersebut. Gambaran terhadap profesionalisme dalam profesi akuntan publik seperti yang dikemukakan oleh Hastuti dkk. (2003) dicerminkan melalui lima dimensi, yaitu pengabdian pada profesi, kewajiban sosial, kemandirian, keyakinan terhadap profesi dan hubungan dengan rekan seprofesi.
Selain menjadi seorang profesional yang memiliki sikap profesionalisme, akuntan publik juga harus memiliki pengetahuan yang memadai dalam profesinya untuk mendukung pekerjaannya dalam melakukan setiap pemeriksaan. Setiap akuntan publik juga diharapkan memegang teguh etika profesi yang sudah ditetapkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), agar situasi penuh persaingan tidak sehat dapat dihindarkan. Selain itu, dalam perencanaan audit, akuntan publik harus mempertimbangkan masalah penetapan tingkat risiko pengendalian yang direncanakan dan pertimbangan awal tingkat materialitas untuk pencapaian tujuan audit.
Penelitian ini merupakan pengembangan penelitian yang dilakukan oleh Hastuti dkk. (2003). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada (1) obyek penelitian, yaitu Kantor Akuntan Publik (KAP) yang ada di Jakarta. Dengan mengambil KAP di Jakarta sebagai obyek penelitian diharapkan dapat merepresentasikan KAP di Indonesia karena sebagian besar KAP big 4 dan KAP non big 4 berada di Jakarta; (2) penambahan variabel independen, yaitu pengetahuan akuntan publik dalam mendeteksi kekeliruan yang diambil dari penelitian Sularso dan Na’im (1999), dan etika profesi yang diambil dari penelitian Murtanto dan Marini (1999). Akuntan yang lebih berpengalaman akan bertambah pengetahuannya dalam melakukan proses audit khususnya dalam memberikan pertimbangan tingkat materialitas dalam proses audit laporan keuangan. Selain pengetahuan, akuntan juga dituntut etika dalam profesinya sehingga pertimbangan tingkat materialitas dalam proses audit laporan keuangan diberikan. Sewajarnya sesuai dengan kondisi sebenarnya.
Berdasarkan uraian di atas, penulis ingin membuktikan secara empiris pengaruh profesionalisme, pengetahuan akuntan publik dalam mendeteksi kekeliruan dan etika profesi terhadap pertimbangan tingkat materialitas dalam proses audit laporan keuangan.
RUMUSAN MASALAH
            Bagaimana pengaruh profesionalisme, pengetahuan akuntan publik dalam mendeteksi kekeliruan dan etika profesi terhadap pertimbangan tingkat materialitas dalam proses audit laporan keuangan secara empiris?
HIPOTESIS
H1: Profesionalisme berpengaruh secara positif terhadap pertimbangan tingkat materialitas dalam proses audit laporan keuangan.
H2: Pengetahuan akuntan publik dalam mendeteksi kekeliruan berpengaruh secara positif terhadap pertimbangan tingkat materialitas dalam proses audit laporan keuangan.
H3: Etika profesi berpengaruh secara positif terhadap pertimbangan tingkat materialitas dalam proses audit laporan keuangan.
METODE PENELITIAN
Obyek penelitian yang diambil adalah Kantor Akuntan Publik (KAP) yang terdaftar pada Direktori Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) 2008 di wilayah Jakarta dengan akuntan publik yang bekerja di KAP dijadikan sebagai responden. Para akuntan publik tersebut harus memiliki pengalaman bekerja minimal dua tahun, memiliki jenjang pendidikan minimal S1 dan posisi minimal sebagai akuntan publik senior, untuk tujuan memperoleh responden yang memiliki pengalaman dalam menentukan tingkat materialitas.
Metoda sampling yang digunakan adalah convenience sampling, yaitu pemilihan sampel berdasarkan kemudahan, sehingga penulis mempunyai kebebasan untuk memilih sampel yang paling cepat dan mudah. Data dikumpulkan melalui survai kuisioner yang dikirmkan kepada responden baik secara langsung atau melalui contact person. Jumlah kuisioner yang dikirimkan kepada responden sebanyak dua ratus, kuisioner yang direspon sebanyak seratus lima puluh.
Profesionalisme
Profesionalisme merupakan sikap seseorang profesionalisme terdiri dari dua puluh empat item instrument, seperti yang pernah digunakan oleh Hastuti dkk. (2003), yang diukur dengan menggunakan tujuh poin skala likert untuk mengukur tingkat profesionalisme akuntan publik.
Pengetahuan akuntan publik dalam mendeteksi kekeliruan
Sularso dan Na’im (1999) menyatakan akuntan yang memiliki pengetahuan dan keahlian secara profesional dapat meningkatkan pengetahuan tentang sebab dan konsekuensi kekeliruan dalam suatu siklus akuntansi. Variabel pengetahuan akuntan publik ini diukur dengan menggunakan sembilan belas item instrumen untuk mendeteksi macam–macam kekeliruan yang terjadi dalam siklus penjualan, piutang dan penerimaan kas. Pengukuran variabel ini dilakukan dengan angka 1 dan 0, poin 1 diberikan jika jawaban responden sesuai dengan harapan penulis dan poin 0 diberikan jika jawaban responden tidak sesuai dengan harapan penulis.
Instrumen untuk mengukur variabel ini pernah digunakan oleh Sularso dan Na’im (1999) dan Fahmi (2002).
Etika Profesi
Etika profesi yang dimaksud pada penelitian ini adalah Kode Etik Akuntan Indonesia, yaitu norma perilaku yang mengatur hubungan antara akuntan publik dengan kliennya, antara akuntan publik dengan rekan sejawatnya dan antara profesi dengan masyarakat. Etika profesi terdiri dari lima dimensi yaitu kepribadian, kecakapan profesional, tangung jawab, pelaksanaan kode etik, penafsiran dan penyempurnaan kode etik.
Terdapat delapan belas item instrumen yang digunakan untuk mengukur etika profesi dengan tujuh poin skala likert, seperti yang pernah digunakan oleh Murtanto dan Marini (2003).
Materialitas
Materialitas adalah besarnya penghilangan atau salah saji informasi akuntansi yang dilihat dari keadaan yang melingkupinya, yang dapat mempengaruhi pertimbangan pihak yang meletakkan kepercayaan terhadap informasi tersebut (Mulyadi 2002:158). Item instrumen yang digunakan sebanyak delapan belas pernyataan dengan tujuh poin skala likert, seperti yang pernah digunakan oleh Hastuti dkk. (2003).
Alat analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah multiple regression analysis dengan model persamaan sebagai berikut:
Mat= β0+β1Prof+β2PAK+β3EP+β4LM+ β5Po+β6Pd+ β7G+ β8Um+ε (1)
Keterangan:
1) Mat: Materialitas; 2) Prof: Profesionalisme; 3) PAK: Pengetahuan akuntan publik
dalam mendeteksi kekeliruan; 4) EP: Etika profesi; LM: 5) Lama Kerja; 6) Po: Posisi; 7) Pd:
Pendidikan; 8) G: Gender; Um: Umur; ε= error term.
PEMBAHASAN
Dalam pengujian hipotesis, penelitian memasukan variabel karakteristik responden seperti lama bekerja di KAP, jabatan pekerjaan,tingkat pendidikan, gender dan umur yang merupakan variabel kontrol. Tujuan memasukan variabel kontrol adalah mengendalikan hasil penelitian agar tidak dipengaruhi oleh perbedaan karakteristik responden.
Statistik deskriptif dapat dilihat dalam Tabel 2 dan hasil pengujian hipotesis dapat dilihat dalam Tabel 3.
Tabel 3. Profesionalisme, pengetahuan akuntan publik dalam mendeteksi kekeliruan dan etika profesi terhadap pertimbangan tingkat materialitas
Hasil statistik deskriptif menunjukan bahwa rata-rata responden memberikan nilai pada variabel profesionalisme sebesar 5,420, pengetahuan akuntan publik sebesar 0,865, etika profesi sebesar 6,004, pertimbangan tingkat materialitas sebesar 5,327. Sedangkan untuk deviasi standar profesionalisme sebesar 0,755, pengetahuan akuntan publik sebesar 0,179, etika profesi sebesar 0,767, pertimbangan tingkat materialitas sebesar 0,569. Nilai minimum dan nilai maksimum yang diberikan responden untuk variabel profesionalisme sebesar 3,05 sampai dengan 7, pengetahuan akuntan publik sebesar 0,24 sampai dengan 1, etika profesi sebesar 3,29 sampai dengan 7, pertimbangan tingkat materialitas sebesar 3,44 sampai dengan 6,81.
Sebelum dilakukan pengujian hipotesis terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik untuk menguji pemenuhan syarat regresi. Hasil uji asumsi klasik menunjukan bahwa semua asumsi terpenuhi yang dapat dilihat pada Tabel 3. Selain uji asumsi klasik, model regresi yang diajukan memenuhi kelayakan model terlihat dari nilai F8,136 sebesar 7,647 denganp-value 0,000, artinya model regresi merupakan model yang baik guna dipakai dalam enyederhanaan dunia nyata.
Hasil pengujian hipotesis satu terlihat pada koefisien profesionalisme yang bernilai positif (0,231) dan signifikan pada p-value di bawah 0,05 (p=0,004) yang terlihat pada Tabel 3 sehingga hipotesis satu terbukti. Hasil pengujian hipotesis satu menunjukkan bahwa tingkat profesionalisme berpengaruh secara positif terhadap pertimbangan tingkat materialitas. Terbuktinya hipotesis satu konsisten dengan hasil penelitian Hastuti dkk. (2003) yang memberikan bukti empiris bahwa semakin tinggi profesionalisme akuntan publik semakin baik pula pertimbangan tingkat materialitasnya.
Hasil pengujian hipotesis dua terlihat pada koefisien pengetahuan akuntan publik dalam mendeteksi kekeliruan yang bernilai positif (0,613) dan signifikan pada p-value di bawah 0,05 (p=0,01) yang terlihat pada Tabel 3 sehingga hipotesis dua terbukti. Hasil pengujian hipotesis dua menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan akuntan publik dalam mendeteksi kekeliruan berpengaruh secara positif terhadap pertimbangan tingkat materialitas.
Terbuktinya hipotesis dua konsisten dengan hasil penelitian Noviyani dan Bandi (2002) yang memberikan bukti empiris bahwa semakin tinggi pengetahuan akuntan publik dalam mendeteksi kekeliruan semakin baik pula pertimbangan tingkat materialitasnya.
Hasil pengujian hipotesis tiga terlihat pada koefisien etika profesi yang bernilai positif (0,233) dan signifikan pada p-value di bawah 0,05 (p=0,002) yang terlihat pada Tabel 3 sehingga hipotesis tiga terbukti. Hasil pengujian hipotesis tiga menunjukkan bahwa etika profesi berpengaruh secara positif terhadap pertimbangan tingkat materialitas. Terbuktinya hipotesis tiga konsisten dengan hasil penelitian Agoes (2004) yang memberikan bukti empiris bahwa semakin tinggi akuntan publik metaati kode etik semakin baik pula pertimbangan tingkat materialitasnya.
Berdasarkan Tabel 3, hasil penelitian ini tidak terpengaruh oleh karakteristik dari responden, yaitu lama kerja dan posisi dalam Kantor Akuntan Publik, tingkat pendidikan,gender dan umur. Terbuktinya hipotesis satu, dua dan tiga tidak terpengaruh oleh karakterisitik-karakteristik tersebut.
KESIMPULAN
Hasil penelitian ini mendukung semua hipotesis dan konsisten dengan penelitian Hastuti dkk. (2003). Hasil temuan ini mengindikasikan bahwa profesionalisme, pengetahuan auditor dalam mendeteksi kekeliruan dan etika profesi berpengaruh secara positif terhadap pertimbangan tingkat materialitas dalam proses audit laporan keuangan. Semakin tinggi tingkat profesionalisme akuntan publik, pengetahuannya dalam mendeteksi kekeliruan dan ketaatannya akan kode etik semakin baik pula pertimbangan tingkat materialitasnya dalam melaksanakan audit laporan keuangan.
Hasil penelitian dapat memberikan kontribusi bagi Kantor Akuntan Publik dalam meningkatkan kinerja KAP secara keseluruhan dengan meningkatkan profesionalisme akuntan publik, memberikan pengetahuan yang memadai bagi akuntan publik dalam mendeteksi kekeliruan dan meningkatkan rasa kepatuhan terhadap etika profesi dalam setiap pelaksanaan proses audit atas laporan keuangan sehingga dapat dihasilkan laporan keuangan auditan yang berkualitas. Bagi akuntan publik, menjadi sumber tambahan informasi bagi pertimbangan tingkat materialitas dalam melaksanakan audit atas laporan keuangan klien, sehingga dapat meningkatkan prestasi dan kualitas audit serta dapat menambah pengetahuan serta pengalaman akuntan publik tersebut dan meningkatkan rasa kepatuhan terhadap etika profesi sebagai seorang akuntan publik.
KETERBATASAN PENELITIAN
Penelitian ini mempunyai beberapa keterbatasan yang perlu diperhatikan untuk penelitian berikutnya, yaitu penggunaan kuisioner dalam pengumpulan data mengenai pengaruh profesionalisme, pengetahuan auditor dalam mendeteksi kekeliruan dan etika profesi terhadap pertimbangan tingkat materialitas dalam proses audit laporan keuangan mungkin akan berbeda apabila data diperoleh melalui penyampaian tatap muka langsung terhadap responden.
Kedua, penelitian ini hanya menguji pengaruh profesionalisme, pengetahuan akuntan publik dalam mendeteksi kekeliruan dan etika profesi terhadap pertimbangan tingkat materialitas dalam proses audit laporan keuangan. Terakhir, pemilihan sampel dengan menggunakan teknik convinience sampling karena kemudahan dalam mendapatkan sampel sehingga kurang merepresentasikan populasi. Selain itu, pemilihan sampel yang hanya berlokasi di Jakarta mudah dijangkau kemungkinan akan memberikan kesimpulan yang tidak dapat  digeneralisasi untuk lokasi lainnya. Rekomendasi untuk penelitian selanjutnya adalah (1) menyebarkan kuisioner dengan metoda wawancara atau terlibat tatap muka langsung dengan responden; (2) variabel penelitian dapat dikembangkan dengan menambah variabel lain mengenai kualitas audit, pengalaman akuntan publik dalam mendeteksi kekeliruan untuk menunjukkan apakah terdapat pengaruh terhadap pertimbangan tingkat materialitas dan risiko audit atau bisa melakukan uji beda dengan menggunakan sampel KAP Big Four dan Non Big Four; dan (3) menambah jumlah sampel dan memperluas lokasi pengambilan sampel tidak hanya di Jakarta saja.
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, S. (2004). Auditing, Pemeriksaan Akuntan oleh Kantor Akuntan Publik. Jakarta: LPFE-UI.
Arens, A.A., RJ. Elder, M.S. Beasley. (2005). Auditing and Assurance Services, an Intergrated Approach, Prentice Hall, Pearson.
Fahmi, M. (2000). Analisis Pengaruh Pengalaman Akuntan pada Pengetahuan dalam Mendeteksi Kekeliruan. Skripsi. Jakarta: Trisakti School of Management.
Hastuti, T.D., S.L. Indriarto dan C. Susilawati. (2003). Hubungan antara Profesionalisme dengan Pertimbangan Tingkat Materialitas dalam Proses Pengauditan Laporan Keuangan. Prosiding Simposium Nasional Akuntansi VI, Oktober, hlm.1206–1220.
Institut Akuntan Publik Indonesia. (2008). Directory 2008 Kantor Akuntan Publik dan Akuntan Publik. Jakarta.
Lekatompessy, J.E. (2003). Hubungan Profesionalisme dengan konsekuensinya: Komitmen Organisasional, Kepuasan Kerja, Prestasi Kerja dan Keinginan Berpindah (StudiJurnal Bisnis dan Akuntansi, Vol.5, No.1,April, hlm.69–84.
Mulyadi. (2002). Auditing. Jakarta: Salemba Empat.
Murtanto dan Marini. (2003). Persepsi Akuntan Pria dan Akuntan Wanita serta Mahasiswa dan Mahasiswi Akuntansi terhadap Etika Bisnis dan Etika Profesi Akuntan,Prosiding Simposium Nasional Akuntansi VI, Oktober, hlm.790–805.
Noviyani, P. dan Bandi. (2002). Pengaruh Pengalaman dan Penelitian terhadap Struktur Pengetahuan Auditor tentang Kekeliruan. Prosiding Simposium Nasional Akuntansi V, September, hlm.481–488.
Sularso, S., dan Ainun N. (1999). Analisis Pengaruh Pengalaman Akuntan pada Pengetahuan dan Penggunaan Intuisi dalam Mendeteksi Kekeliruan. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia Vol.2, No.2, Juli, hlm.154–172.
source http://kristigayatri.blogspot.com

Senin, 06 Oktober 2014

Tugas Softskill 1

Kelompok       : Duo ubur-ubur ( Bunga Mei Ester S & Indri Lestari )
Judul               : ETIKA BISNIS DAN PROFESI: Tantangan Membangun Manusia Seutuhnya
Penulis            : Prof. Dr. Sukrisno Agoes, Drs. I Cenik Ardana
Penerbit           : Salemba Empat
Sinopsis
Kapitalisme, yang diakui oleh sebagian kalangan sebagai sistem ekonomi terbaik yang ada saat ini, mendorong proses globalisasi ekonomi. Dengan dukungan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, globalisasi yang mestinya mampu membawa kesejahteraan bagi umat manusia, malah menimbulkan krisis global yang berpengaruh terhadap berbagai aspek kehidupan, seperti ancaman nuklir, kerusakan lingkungan, kesenjangan tingkat kemakmuran antarnegara, serta berbagai skandal bisnis dan keuangan yang menimpa berbagai perusahaan besar. Bila dirunut, akar permasalahannya bukan pada sistem kapitalis atau proses globalisasi, melainkan pada pola hidup dan perilaku umat manusia pada era modern tidak seutuhnya memahami kodrat atau hakikat diri sebagai umat manusia. Akibatnya, nilai, norma, dan etika menjadi terabaikan, termasuk dalam dunia bisnis dan pengelolaan organisasi. Buku ini berusaha menjawab tantangan dan permasalahan dengan secara sistematis membahas mengenai hakikat keberadaan (eksistensi) manusia dan alam semesta, pembahasan mengenai teori-teori etika yang berkembang, serta kaitannya dengan praktik pengelolaan bisnis yang baik (good corporate governance). Dengan contoh-contoh kasus yang dipaparkan pada akhir tiap babnya dan pembahasan contoh kode etik untuk beberapa profesi, antara lain akuntan, psikolog, advokat, dan instansi BPK-RI, pembaca akan memperoleh pemahaman seutuhnya mengenai teori dan penerapan konsep yang ada.

Sabtu, 31 Mei 2014

Ringkasan " Citilink to add more flights during Idul Fitri The Jakarta Post, Jakarta | Business | Sat, May 24 2014, 12:23 PM"

Citilink president director Arif Wibowo said the carrier would focus on increasing the amount of flights on three of their routes from Halim, and would also be adding two new flight routes, mostly in the 10 days before and after Idul Fitri, which is estimated to fall on July 28 this year.

The number of flights that will be increased from Halim fly to Yogyakarta, Semarang (Central Java) and Palembang (South Sumatra). The carrier will also add two new flight routes to Medan (North Sumatra) and Denpasar (Bali) from Jakarta’s secondary airport.

Arif anticipates an additional 30,000 passengers from as soon as July 18, who are mostly participating in the annual mass exodus of Jakartans to their hometowns across the archipelago during the Idul Fitri season.

Aside from the increased flights, Arif added that four leased Airbus A320s would be added to the carrier’s armada between June and August.

Citilink is expecting a total of eight additional Airbus A320s this year, and is targeting 8.2 million passengers on 11,000 to 12,000 flights by the end of 2014.

As an additional marketing effort, Citilink partnered with giant retailer Carrefour Indonesia to open ticket sales counters, where customers could purchase Citilink tickets at Carrefour stores.

The inaugural sales counter was opened at Carrefour Lebak Bulus, South Jakarta on Friday.

Other plans that the low-cost carrier has include opening and developing new domestic routes from Jakarta to Palu (Central Sulawesi) and Manado (North Sulawesi) in the second half of the year.

Arif also said the carrier might open regional routes in the fourth quarter of the year.

Possible regional routes include Singapore and Johor Bahru in Malaysia, with the possibility of an Australian city as well.

Citilink flies 138 flights per day to 24 cities nationwide. When the company operated as its own business entity in 2012, it only operated 56 flights per day. (dyl)

Ringkasan " ICBC Indonesia issues UnionPay credit cards The Jakarta Post, Jakarta | Business | Thu, May 22 2014, 11:11 AM"

Private lender PT Bank ICBC Indonesia has issued a new credit card in collaboration with China’s bank card organization UnionPay, targeting Indonesians who often travel to the world’s second-largest economy.

The number of Indonesians traveling to China is estimated to reach 600,000 every year.

UnionPay cards can reportedly be used in more than 140 countries across the globe and are second to Visa in term of the value of transaction.

ICBC Indonesia is a relative newcomer to credit card products, launching its credit card program only in 2011 — four years after its presence in the country began in 2007.

ICBC Indonesia had since 2011 issued around 10,000 cards to its 5,000 customers in the country.

The Industrial and Commercial Bank of China (ICBC), which has a 97.83 percent share in ICBC Indonesia, has issued a total of 580 million cards worldwide, with 88 million being credit cards at the end of 2013.

In addition, Yensen said around 25 to 30 percent of credit card transactions by ICBC Indonesia customers were made overseas. Roughly, around 80 to 90 percent of the transactions were retail.

According to him, one of the advantages of the UnionPay card was that it was more widely accepted by merchants in China.

According to an unaudited report submitted to Bank Indonesia, ICBC Indonesia’s total outstanding loans reached Rp 20.81 trillion as of March 2014.

ICBC Indonesia’s outstanding loans in the credit card segment are still below 10 percent. (dyl)

Ringkasan " 11-hour KPK search at Religious Affairs Ministry The Jakarta Post, Jakarta | Business | Fri, May 23 2014, 2:10 PM "

The Corruption Eradication Commission (KPK) conducted a raid on the office of the Religious Affairs Ministry, resulting in a search that lasted more than 11 hours, in an effort to find new evidence in relation to the naming of Religious Affairs Minister Suryadharma Ali as a suspect in an alleged corruption case surrounding the 2012-2013 haj program.
“We want to thoroughly probe various important pieces of information in order to explore the case completely,” KPK deputy chairman Bambang Widjojanto said as quoted by kompas.com on Friday.
KPK investigators began the raid on Thursday night in several rooms on the fifth level of the ministry’s office on Jl. Lapangan Banten, Central Jakarta, including a room used by Anggito Abimanyu, the ministry’s director general for the haj and umrah (minor haj). The raid was said to be still ongoing as of Friday morning.
KPK investigators also searched rooms used by Suryadharma and Nur Syam, who is the ministry’s secretary-general, as well as Burhanudin, chief of the ministry’s general affairs bureau.
Suryadharma and three other ministry officials remained onsite while the KPK conducted its search, during which several plastic bags full of documents were confiscated.
KPK deputy chairman Busyro Muqoddas said that Suryadharma was not the only official implicated in the graft case, which has been under investigation for the past three months.
In February, the KPK said its investigation was focused on three areas: the procurement of goods and services in the haj pilgrimage program in 2012-2013; the management of haj funds in 2012-2013; and the provision of haj facilities to individuals who were not entitled to them.

Tugas 3 Something we should or shouldn't do and can or can't do



1.     Library
·        You are expected to read some books.
·        You are not expected talk too loud there.
·        You are allowed to study there.
·        You are not allowed to steal books there.
2.     Museum
·        You are supposed to follow the rule in the museum.
·        You are not supposed to ruin semething in the museum.
·        You are allowed to looking around there.
·        You are not allowed to trash in museum.
3.     Restaurant
·        You are expected to eat some food or drink there.
·        You are not expected to trash in restaurant.
·        You are allowed to order some food and drink.
·        You are not to smoke in the restaurant.
4.     Tram
·        You are supposed have a ticket for ascend a tram.
·        You are not supposed to run in the tram.
·        You are permitted to sitdown in the tram.
·        You are not permitted to smoke in the tram.
5.     Park
·        You are expected to keep the cleaning in the park.
·        You are not expected to trash in the park.
·        You are permitted to play with your friend.
·        You are not permitted to wreck plants in the park.

Minggu, 25 Mei 2014

"Perusahaan Habibie mau produksi 400 pesawat turbo pada 2016 "


Merdeka.com - Perusahaan manufaktur pesawat milik BJ Habibie, PT Regio Aviasi Industri (RAI) berencana untuk memproduksi 400  pesawat turbo propeller pada 2016. Pesawat bernama R-80 tersebut bakal memiliki mesin pendorong berkekuatan lima ribu tenaga kuda (horse power).

"Dia (R-80) sudah kami konsep memiliki tenaga turbo yang didukung kekuatan baling-baling di kedua sayapnya," terang Presiden Direktur PT RAI Agung Nugroho dalam diskusi Ikatan Alumni Program Habibie (IABIE) di Gedung Joang '45, Jakarta, Sabtu (24/5).
Agung menjelaskan, produksi R-80 bertujuan untuk mengembalikan masa kejayaan industri dirgantara nasional. Untuk itu RAI akan menggandeng PT Dirgantara Indonesia (PT DI), lima puluh ilmuwan di struktur pekerjaan inti, dan kementerian terkait guna merealisasikan mimpi tersebut.

"Kami terdorong membuat pesawat yang lebih canggih karena melihat keprihatinan selama 17 tahun terahir industri dirgantara domestik tidak pernah mengalami pertumbuhan yang bagus. Padahal negara-negara lainnya sedang meningkat," katanya.
Saat ini, RAI masih memersiapkan rancang bangun dan mesin pesawat. Nantinya, R-80 akan memiliki kapasitas 80-90 kursi.

"Itu sudah termasuk menyusun sertifikasinya juga. Jadi ketika memasuki tahun 2016 pesawat R-80 benar-benar siap terbang," jelasnya.

"Kami ingin PT DI bisa membuat semua pesawat komersial. Karena kami ingin membidik market share kalangan masyarakat kelas menengah di Indonesia, Eropa, Afrika dan Amerika Latin."

opini : Menurut saya rencana  PT RAI , memproduksi 400  pesawat turbo propeller pada 2016 sangat bagus ,karena dapat membantu memajukan perumbuhan industri indonesia yang sebelumnya belum mengalami pertumbuhan yang bagus.

Minggu, 18 Mei 2014

Noun Phrases

A noun phrase includes a noun—a person, place, or thing—and the modifier which distinguish it.

You can find the noun dog in a sentence, for example, but you don't know which canine the writer means until you consider the entire noun phrase: that dog, Aunt Audrey's dog, the dog on the sofa, the neighbor's dog that chases our cat, the dog digging in the new flower bed.

Modifiers can come before or after the noun. Ones that come before might include articles, possessive nouns, possessive pronoun, adjectives, and/or participles.


Articles: a dog, the dog

Possessive nouns: Aunt Audrey's dog, the neighbor's dog, the police officer'sdog

Possessive pronouns: our dog, her dog, their dog

Adjectives: that dog, the big dog, the spotted dog

Participles: the drooling dog, the barking dog, the well trained dog

Modifiers that come after the noun might include preposional phrases, adjective clauses, participle phrases, and/or infinitives. 


Prepositional phrases: a dog on the loose, the dog in the front seat, the dogbehind the fence

Adjective clauses: the dog that chases cats, the dog that looks lost, the dogthat won the championship

Participle phrases: the dog whining for a treat, the dog clipped at the grooming salon, the dog walked daily

Infinitives: the dog to catch, the dog to train, the dog to adopt

Less frequently, a noun phrase will have a pronoun as its base—a word like we, everybody, etc.—and the modifier which distinguish it.

examples:
We who were green with envy

We = subject pronoun; who were green with envy = modifier.

Someone intelligent

Someone = indefinite pronoun; intelligent = modifier.


No one important

No one = indefinite pronoun; important = modifier.

http://www.chompchomp.com/terms/nounphrase.htm