Contoh Kasus hukum Perdata tentang
Perceraian
( Kekerasan Dalam
rumah Tangga)
Perkara Cerai Susan Karena Kekerasan Rumah Tangga
Contoh kasus dari seorang istri yang hendak mengajukan
gugatan cerai pada suaminya di Pengadilan Agama ( PA ), adapaun
data/identitasnya adalah sebagai berikut :
Nama : riska
Umur : 34 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Pegawai
Swasta
Status : Menikah
Anak : 1 anak
laki-laki, umur 4 tahun
Cerita Permasalahan /
Kronologis
Susan menikah di Jakarta dengan suaminya 6
tahun yang lalu (th 2001). Dikaruniai 1 orang putra berumur 4 tahun. Sudah lama
sebenarnya Susan mengalami kekerasan dalam rumah tangga, Suaminya adalah mantan
anak orang kaya yang tidak jelas kerjanya apa dan sering berprilaku sangat
kasar pada Susan, seperti membentak, berkata kotor, melecehkan dan yang
terparah adalah sering memukul. Sehingga akhirnya Susan sering tidak tahan
sampai berpikir untuk bercerai saja. Adanya musyawarah dan pertemuan keluarga
sudah diadakan beberapa kali tapi tetap tidak merubah prilaku suaminya
tersebut. Bahkan sedimikian parahnya dimana si suami melepas tanggung-jawabnya
sebagai seorang suami dan ayah karena sudah 2 tahun ini si suami tidak
memberikan nafkah lahir untuk sang Istri dan anaknya. Sampai akhirnya, Susan
merasa terncam jiwanya dimana terjadi kejadian pada bulan April 2007, Susan
dipukul / ditonjok matanya sampai biru yang berujung pada kekerasan terhadap
anak semata wayangnya juga. Setelah kejadian itu Susan memutuskan untuk
bercerai saja.
Proses Cerai
Menentukan Pengadilan
Mana yang Berwenang
Susan langsung ancang-ancang mempersiapkan
perceraiannya. Dalam hal ini Susan tidak boleh salah menentukan pengadilan mana
yang berwenang mengadili perkara cerainya. Karena bila salah mendaftarkan
gugatan cerai di Pengadilan yang tidak berwenang maka gugatannya tersebut dapat
ditolak oleh hakim. Dalam Undang-undang diatur bila yang mengajukan gugatan
cerai si istri (beragama Islam) maka Pengadilan Agama yang berwenangnya adalah
Pengadilan Agama di wilayah yang sesuai dengan wilayah tempat tinggal terakhir
si istri.
Catatan :
Jadi Pengadilan Agama yg berwenang memproses
perkara perceraian adalah Pengadilan Agama yg sesuai dari wilayah si istri,
bukan-lah harus Pengadilan Agama yg sesuai dari KTP si istri / suami atau
bukanlah berdasarkan Pengadilan Agama sesuai wilayah dimana mereka dulu
menikah.
Bila yang mengajukan gugatan cerai
si suami (beragama Islam) maka Pengadilan Agama adalah Pengadilan Agama di
wilayah yang sesuai dengan wilayah tempat tinggal si istri.
Catatan :
Jadi Pengadilan Agama yg berwenang memproses
perkara perceraian adalah Pengadilan Agama yg sesuai dari wilayah si istri,
bukan-lah harus Pengadilan Agama yg sesuai dari KTP si istri / suami atau
bukanlah berdasarkan Pengadilan Agama sesuai wilayah dimana mereka dulu
menikah.
Di Jakarta ada 5 Pengadilan Agama (PA), untuk
menentukan secara tepat PA mana yang berwenang memproses perkara cerainya
Susan. Maka susan harus mengetahui persis alamat tempat tinggalnya yang saat
ini ia tinggali, yakni alama tepatnya di bilangan Tebet ( Jakarta Selatan ).
Jadi pengadilan yang tepat mengadili perkara cerai Susan adalah PA Jakarta
Selatan. Susan mencari alamat PA Jakarta Selatan, yaitu di Jl. Rambutan VII,
No. 48, Pejaten Barat, Jakarta Selatan.
Saran utk persiapan
proses cerai :
• Menentukan dengan
benar pengadilan manakah yang berwenang mengadili perkara cerainya;
• Survey langsung ke
pengadilan tersebut;
• Mencari informas di
pengadilan berwenang tersebut utk mendapatkan informasi proses cerai
sebanyak-banyaknya (seperti: apa syarat-syarat mengajukan gugatan cerai,
bagaimana menyusun gugatan, berapa biaya daftar gugatan dll).
Perlukah jasa
pengacara?
Dari hasil
informasinya itu, Susan menentukan untuk tidak menggunakan jasa seorang
pengacara, karena :
• Susan punya banyak
waktu untuk menghadiri sidang perceraiannya; dan
• Susan tidak punya
banyak uang untuk menyewa seorang pengacara yang mungkin bisa mengeruk biaya
sekitar Rp 5jt – 10jt lebih.
• Umumnya penggunaan
jasa pengacara digunakan pada orang yang waktunya sempit (sibuk bekerja) dan
adanya hak dan kewajiban yang mungkin sulit dipertahankan dalam proses
perceraiannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar